Aku Mau Tetap Jadi Guru, Bu...
Penulis: Rafifah
Sebening kaca hatimu ibuTeduh sejuk menyimpan sejuta kasihKau ajak aku dalam hidupmu Yang penuh rintangan Kubersyukur terlahir kedunia ini melalui rahimmuKau ajari aku
berdoa tuk setiap keluh dan kesahSaat kuayun penaku ini, ku sedang mengulang ingatanku tentang kegembiraanku tadi pagi bersama murid-muridku.Hilang sudah rasanya penat seharian, kalau ingat muridku yang lucu-lucu.Terima kasih muridku, kau sungguh lucu. Kadang aku tidak bisa tidur hanya karena tiba-tiba ingat si Iman yang melucu.Atau Salma yang selalu orasi, bak seorang orator ulung. Padahal menyebut huruf “R” saja belum jelas. Ah terlalu banyak kejadian yang mengesankan, Bu…Kalau kutulis semua ibu lelah membacanya. Buku diaryku pun sudah ampun-ampun kalau kumulai menulis tentang anak-anak setiap malam menjelang tidur.Tapi Bu, kusedih kalau ingat perkataan ibu. Sebenarnya sudah lama ibu katakan, mungkin sekarang ibu sudah lupa.Karena ibu sibuk organisasi. Ibu pernah menyuruhku pindah profesi. Kalau ada yang tanya tentang pekerjaanku, ibu selalu menempelkan kata “cuma jadi guru”. Ah gadinya kecil tidak seberapa, apalagi ngajar Tk.Tapi sungguh Ibu, menjadi guru menjadi cita-citaku sejak kecil. Masih ingatkah ibu, betapa senangnya aku mengumpulkan anak-anak tetangga.Lalu kuajari menyanyi, kuhibur mereka dengan aneka cerita, hingga tidak ada anak yang bersedih.Waktu itu kubayangkan ku jadi guru yang sayang pada murid-muridnya. Sekarang tercapai sudah cita-citaku, Bu…Aku jadi bu guru sekarang. Duh senang lho, Bu… Bagaimana tidak hatiku selalu terhibur oleh lucunya anak-anak. Kadang rasa sakit bulananku bisa hilang, karena kulupa. Hatiku terhibur oleh suara anak-anak yang bersenandung.Aku jadi semangat belajar semua ilmu. Kalau anak muridku tanya sesuatu, aku sudah tahu. Malu khan kalau bu guru selalu jawab tidak tahu. Apalagi anak-anak muridku senang bertanya ini itu. Ada sebuah tulisan bagus yang pernah kubaca, siapa yang mengajarkan kebaikan, maka semua makhluq Allah akan memintakan ampun, hatta ikan yang ada di laut. Aku mau tetap mau jadi guru, Bu… sampai maut menjemputku.
alhikmah.com [27.12.2003]
Harmoni Qur'an dan Sains
Penulis: Ihdina Sukma Dewi
Berbicara tentang sains dan hubungannya yang harmonis dan tanpa pertentangan terhadap Al Qur'an masih merupakan sesuatu yang paradoks di dalam masyarakat kita. Invasi pemikiran yang berlandaskan sekularisme yang menjalar dengan pasti dan tanpa terasa (baca: ghazwul fikri) telah menciptakan suatu fenomena dimana banyak orang terjebak dalam suatu dikotomi pemikiran terhadap al-qur'an dan sains. Tanpa disadari, banyak orang yang menganggap bahwa al-qur'an dan sains merupakan hal yang terpisah. Sudah selayaknya kita sebagai kaum intelektual muslim meluruskan penyimpangan pemikiran semacam ini dan menanamkan kembali pemahaman bahwa al-qur'an dan sains merupakan suatu hubungan yang harmonis. Tidak satu pun ayat-ayat al-qur'an yang bertentangan dengan kemajuan sains dan teknologi, bahkan banyak fenomena kemajuan sains dan teknologi yang termaktub di dalam al-qur'an. Hanya sayangnya, fenomena-fenomena sains dan teknologi yang terdapat di dalam al-qur'an diteliti dan dikembangkan bukan oleh ummat Islam sebagai pemilik kitab tersebut tetapi oleh orang-orang non muslim yang bisa dikatakan 'jauh' darinya. Dan hal inilah yang menyebabkan kemunduran ummat Islam dalam bidang sains dan teknologi setelah sempat mengalami puncak keemasan pada sekitar abad ke-12. Di dalam kitabnya Jawahir Al-Qur'an, Imam Al-Ghazali membahas dalam bab khusus bahwa Al-Qur'an merupakan sumber dari seluruh cabang ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu maupun yang akan datang dan yang telah diketahui maupun yang belum diketahui. Hal ini bukanlah sesuatu yang terlalu berlebihan, karena telah banyak bukti yang mengarah kepada hal tersebut. Berikut ini akan dicontohkan segelintir fenomena sains dan teknologi yang terdapat di dalam al-qur'an, dari berbagi bidang ilmu: Teorema SingularitasTeori yang melambungkan nama Stephen Hawking, seorang fisikawan teoritik Inggris, dan Roger Penrose, seorang matematikawan Inggris pada pertengahan1960-an ini menjelaskan tentang permulaan alam semesta. Dalam teori singularitas tentang permulaan alam semesta disimpulkan bahwa ada suatu keadaan dimana jarak ruang-waktu antara semua benda yang ada di jagat raya ini sama dengan nol, dan keadaan ini berlangsung sebelum terjadinya dentuman besar (big bang). Eksistensi keadaan singularitas sebagai awal dari alam semesta ini telah difirmankan oleh Allah SWT dalam al-qur'an surah Al-Anbiya 30: "Dan apakah orang-orang kafir itu tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya..."Tak ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi sebelum terjadinya big bang (kecuali Allah rab al-'alamin), karena pada saat itu seluruh semesta ini merupakan suatu yang padu dimana tidak ada ruang dan waktu, dan hukum-hukum fisika serta persamaan matematika tidak berlaku. Lebah Sebagai Pelacak Bahan Peledak"... Dari perut lebah itu keluar minuman yang bermacam-macam warnanya (madu), di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan."Dari potongan ayat diatas kita bisa melihat dan menganalisa tentang tanda yang diberikan oleh Allah tentang keistimewaan salah satu makhluk-Nya yang bernama lebah. Selain memiliki peranan sebagai penghasil madu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, makhluk Allah ini juga ternyata memiliki keistimewaan lain yang sangat bermanfaat bagi manusia, yaitu sebagai pelacak bahan peledak. Para peneliti Amerika Serikat, sebagaimana yang dilaporkan oleh Beyond 2000, telah menemukan fenomena yang menunjukkan bahwa lebah sangat membantu dalam upaya deteksi ranjau atau bahan peledak lainnya. Dengan kemampuan yang dimiliki lebah untuk memperoleh simulasi terhadap bahan kimia tertentu dan mencari bahan kimia yang sama tersebut dimana pun ia berada, dapat digunakan untuk membantu petugas keamanan dalam mencari tempat-tempat yang dipasang bahan peledak. Tentu saja bahan kimia yang digunakan untuk simulasi tersebut adalah TNT. Metoda penemuan yang aman dan murah ini telah dirancang oleh Sandia National Laboratories bekerjasama dengan Universitas Montana, AS. Sekali lagi ummat Islam 'kecolongan' dalam penemuan sains, padahal Allah telah mengindikasikan hal ini dalam surat An-Nahl. Allah SWT juga telah mengistimewakan makhlukNya ini dengan menjadikannya sebagai nama salah satu surat di dalam Al Qur'an, yaitu An-Nahl yang berarti lebah. AstronomiDi dalam Al Qur'an terdapat banyak ayat yang membicarakan tentang astronomi. Dr. Maurice Buccaile -dalam bukunya Al Qur'an, Bible dan sains modern- menyebutkan bahwa ada 40 ayat Al Qur'an yang membicarakan secara khusus tentang astronomi. Berikut ini terdapat beberapa fenomena astronomi yang terdapat di dalam Al Qur'an. Mungkin beberapa fenomena ini telah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi kita. Tapi ingat, Al Qur'an diturunkan 15 abad yang lalu, dimana manusia belum mengerti mengenai masalah astronomi secara implisit dan masih menganggap bahwa bumi merupakan pusat alam semesta (Geosentris). Fenomena astronomi secara implisit baru dipahami oleh masyarakat luas beberapa puluh tahun belakangan ini, dan itu jauh setelah Al Qur'an diturunkan.
Matahari dan bulan memiliki orbit "Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan begimu malam dan siang." (QS 14:33) "Demi langit yang memiliki banyak orbit." (QS 51:11)
Benda-benda langit berasal dari nebula/kabut (Teori Nebula) "Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa kabut." (QS 41 : 11 )
Matahari dan bulan memiliki kala revolusi dan kala rotasi "Dan matahari dan bulan beredar menurut perhitungan" (QS 55 : 5) "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang mengetahui." (QS 10:5)
Jumlah Planet "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah kaukab (planet), matahari, dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS 12 :4) Selama ini kita hanya mengenal sembilan buah planet dalam galaksi Bimasakti, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto. Lalu bagaimana dengan pernyataan Al Qur'an bahwa jumlah planet itu? Apakah pernyataan itu keliru? Coba kita tengok penemuan terbaru dari riset yang dilakukan oleh para astronom di AS, bahwa ada suatu penemuan spektakuler tentang planet ke-10 di dalam galaksi Bimasakti. Bagi para ummat muslim, penemuan ini seharusnya bukanlah sesuatu yang spektakuler, karena Al Qur'an telah menyebutkan tentang fenomena ini 15 abad yang lampau. Lalu bagaimana dengan planet ke-11? Hanya dengan perjalanan waktulah hal tersebut akan terungkap. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Reproduksi ManusiaMasalah reproduksi manusia adalah salah satu fenomena biologis yang dibahas di dalam Al Qur'an. Fenomena ini dibahas secara lengakap dan lugas dalam penyampaiannya, termasuk tentang proses penciptaan manusia secara bertahap. "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian." (QS 71:114)Manusia diciptakan dari setetes air (mani), yang bertemu dengan sel telur (ovum) dan mengalami fertilisasi. "Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata." (QS 16:4) "Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)." (QS 75:37) Selanjutnya di dalam rahim terjadilah tahap-tahap kejadian manusia secara embriologis. "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS 23 : 12,13,14) Demikianlah tahap-tahap perkembangan janin di dalam rahim menurut Al Quran dan fenomena perkembangan janin dalam rahim ini baru ditemukan oleh para ahli kedokteran pada sekitar awal abad 20 atau 14 abad semenjak Al Qur'an diturunkan. Fenomena-fenomena sains yang memiliki hubungan yang harmonis dan sejalan dengan Al Qur'an di atas hanyalah segelintir dari fenomena sains lainnya yang terdapat di dalam Al Qur'an, baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Tugas kitalah sebagai kaum intelektual muslim untuk mengkaji lebih jauh fenomena-fenomena sains yang terdapat di dalam Al Qur'an. Jangan biarkan apa yang telah diberikan Allah sebagai mukjizat kepada kita (Al Qur'an) menjadi sia-sia. Di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini, marilah kita memulai suatu langkah awal yang akan membawa warna baru dalam kemajuan sains dan teknologi demi tegaknya kembali kejayaan Islam yang pernah eksis 12 abad yang lampau. Hal ini dapat dimulai dengan membaca, mengerti dan mampu memahami tafsir Al Qur'an karena hanya dengan berpegang teguh kepada Al Qur'an dan Assunnah-lah kejayaan Islam akan mampu kembali tegak. Dengan meneguhkan azzam kita, semoga Allah menjadikan kita ke dalam golongan ulil albab. Amin. Wallahu a'lam bishawaab. ihdinasukmadewi@gmail.com
eramuslim [05/11/2004]
Ketika Tuhan Bertanya
Penulis: Keusuma Izzati
Satu persatu ayat dalam Ar Rahman mengalun dari pengeras suara di sudut-sudut tiang Masjid Baiturrahman. Perlahan dalam syahdu. Mengiringi mentari menghabiskan sepenggal perjalanannya menuju malam. "Fabiayyi aalaaa i rabbikuma tukadzdzibaan"Kesibukan Pasar Aceh mulai bergeliat mempersiapkan waktu berbuka puasa. Sepanjang kaki lima, gerobak-gerobak pecal dan penganan berbuka tampak bersiap siap. Kue lemang yang terbuat dari beras ketan yang dimasak di dalam bilah bambu, tampak berjejer di meja-meja dadakan di pinggir jalan dan emperan toko. Ada juga putu, timpan balun, dan beberapa makanan tradisional Aceh khas berbuka puasa lainnya. Beberapa lelaki tampak sejenak meninggalkan pekerjaannya untuk segera menuju masjid guna menunaikan shalat ashar. "Fabiayyi aalaaa i rabbikuma tukadzdzibaan"Keramaian pun hampir sama di pelataran Masjid Raya. Stand penjual buku di sisi timur masjid tampak dipadati orang-orang yang berminat membeli atau pun sekadar membolak-balik beberapa halaman buku yang menarik buatnya. Di teras masjid ada orang-orang yang duduk-duduk sambil menunggu waktu ashar tiba. "Fabiayyi aalaaa i rabbikuma tukadzdzibaan" kembali mengalun dari pengeras suara di sudut-sudut tiang masjid. Setelah berwudhu, membasuh gurat kelelahan dari jengkal kulit, saya melangkah ke dalam masjid yang berlantaikan marmer tanpa karpet. Dingin serta merta merasuk dalam pori-pori telapak kaki yang penat. Dingin pula yang terasa perlahan menelusup dalam simpul saraf yang menegang menantang perjalanan hidup. Perjalanan hidup. Perjalanan yang terasa panjang dan melelahkan. Tak terasa 28 tahun terlewati. Kini saya di sini merasa belum menjadi siapa-siapa. Perjalanan waktu terukir sejak saya dilahirkan di tanah rencong ini. Tumbuh dan besar dalam asuhan alam Islam yang kental. Ritual dan aturan hidup Islam menjadi hal yang biasa sehari-hari bahkan menjadi tradisi yang melekat erat. Langkah takdir membawa saya keluar dari tanah ini. Keluar untuk mencari bekal ilmu dengan harapan besar untuk penghidupan yang lebih baik secara materi. Kemudahan demi kemudahan membuaikan perjalanan saya. Semua ini seakan adalah karena saya memang pantas untuk mendapatkannya, karena saya adalah yang terbaik. Kenikmatan materi yang mudah digapai ternyata membuat rasa tidak puas pada satu pencapaian, dan semakin menuntut pencapaian yang lebih tinggi. Akhirnya hanya mampu berdalih bahwa manusia memang makhluk yang tidak pernah terpuaskan. Panggilan-Nya tidak lagi merengkuh hati untuk segera menghadap, di kala pekerjaan kantor menuntut untuk segera tertuntaskan. Marahnya bos di kantor terasa lebih menakutkan daripada marahnya Allah di hari pembalasan kelak. Lembaran mushaf tersingkirkan oleh lembaran laporan kerja. Detik detik malam pun berlalu dalam hening tanpa sujud yang menemaninya. Semuanya berjalan begitu saja, dan hampa. "Fabiayyi aalaaa i rabbikuma tukadzdzibaan"Seperti roda pedati, perjalanan hidup adakalanya di atas ada kalanya ia terjungkir ke bawah bersama kerikil dan lumpur. Saya kehilangan pekerjaan. Lantas apakah kita menyalahkan Tuhan akan kondisi kita yang sedang ada di bawah? Mungkin awalnya iya bagi sebagian orang, seperti saya. Saya sempat merasa Tuhan telah tidak adil. Mengapa kesulitan ini semakin menghimpit buat saya. Saya mulai ber'matematika' dengan nikmat Allah. Saya sudah melakukan banyak kebaikan, tapi kenapa keburukan akhirnya menimpa saya juga. Pada saat itu, saya terlupa bahwa begitu banyak nikmat Allah yang telah saya sia-siakan sementara panggilan Allah kadang-kadang setengah hati saya tunaikan. Ketika Tuhan bertanya, "Fabiayyi aalaaa i rabbikuma tukadzdzibaan"Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? masih sempatkah kita merenungi jawabannya? Masih bersimpuh di lantai marmer masjid tanpa karpet, saya merasakan ada nikmat. Nikmat yang mungkin sekian lama terlupakan. Nikmat yang berbeda dengan nikmat pencapaian nafsu duniawi yang fana, yang semakin dikejar malah terasa semakin jauh. Sementara Tuhan masih menanti kita di sisi lain, berlari menuju kita pada saat kita melangkah mendekat pada-Nya.Adzan ashar bergema dari pengeras suara di sudut-sudut tiang Masjid Baiturrahman. Saudaraku, bersyukurlah kita yang masih "ditanya" oleh Allah. keusuma@yahoo.com
eramuslim [11/11/2004]
Enterpreneur Langit
Penulis: Zidni. T. Dinan
Apakah Anda Sungguh Ingin Menjadi Pengusaha dan Kaya Raya? Ada jerih payah untuk mendapatkan kekayaan, ribuan kehati-hatian untuk mempertahankannya, dan ribuan kesedihan jika kehilangan - Thomas Draxe Sebuah sub judul pada halaman awal sebuah buku pegangan bagi calon pengusaha sukses di tanganku. "Mmm ... pengusaha dan kaya raya, sebuah dua sisi mata uang, selalu berhubungan," pikirku. Sejak kecil impian untuk menjadi seorang pengusaha selalu terngiang. Aku masih teringat sewaktu di sekolah dasar di era 80-an, seringkali aku membawa sebuah kartu nama ayahku yang tertulis sebagai President Director di salah satu perusahaan. Sering kubawa kartu nama itu, sesekali kupamerkan kepada rekan-rekanku di sekolah. Dulu, aku begitu bangga dengan kartu nama tersebut. Atau kadangkala aku buat sendiri sebuah kartu nama dari guntingan kertas karton yang kuberi logo dan warna sesuka hatiku, dan tak lupa menuliskan jabatan president director di bawah namaku dengan spidolku. Ehm ... senang hatiku melihatnya, dan sering pula kutunjukan pada kedua orang tuaku, atau siapa pun yang ingin aku pamerkan. Kartu itu kerap menghiasi dompet mungilku, dan aku berharap mudah-mudahan dewasa kelak bisa menjadi pengusaha sungguhan. Mimpiku. Itu masa kecilku ... Ya, pengusaha. Yang dibayangkan oleh kebanyakan orang, menjadi pengusaha tentulah selalu dikelilingi oleh berbagai kekayaan dan kesenangan. Mudah untuk meraup uang, kepuasan materil tercukupi, dikelilingi kemewahan dan kenyamanan. Menjadi pengusaha yang kaya menjadi impian banyak orang. Kekayaan selalu menjadi tujuan utamanya. Ya, sekali lagi, kaya telah menjadi sesembahan baru di zaman ini. Sungguh mengagetkan pendapat Robert T. Kiyosaki dalam menanggapi definisi "bagaimana mencapai level kaya". Dia mengatakan bahwa alasan kenapa banyak orang tidak bisa kaya adalah karena mereka tidak cukup atau kurang memberi kepada sesamanya. Atau dengan kalimat yang lebih sederhana adalah seseorang yang mempunyai manfaat atau nilai tambah bagi orang banyak, maka orang tersebut akan menjadi kaya raya. Aku pikir itu adalah prinsip yang sungguh Islami. Aku teringat sebuah dialog dengan rekan seorang pengusaha yang sungguh menarik sekaligus memperkuat penjelasan di atas. Pada saat kutanya bagaimana caranya membangun bisnisnya, beliau mengatakan, "Yang terpenting dalam targetku adalah aku berbuat bisnis seperti ini bukan karena ingin memupuk kekayaan, sungguh sekali-kali tidak! Yang kuingin adalah aku punya sekumpulan pegawai layaknya kumpulan umat di bawah wilayah perusahaanku. Aku berharap dengan di bawah kepemimpinanku, tidak ada teriakan kata lapar lagi dari para pegawai maupun anak-anak mereka. Aku ingin menjadikan kantorku sebagai tempat perlindungan sekumpulan umat kecilku itu, aku sayang mereka, dan semakin sayang kepada mereka, dan juga kepada anak-anak mereka. Tidak pernah terpikir olehku berapa besar biaya yang akan dikeluarkan untuk merealisasikan hal ini. Aku bina perusahaan tersebut dengan landasan cinta dan kasih sayang layaknya seorang ayah. Aku berusaha keras sekuat tenagaku untuk menahkodai kapal bisnis ini untuk sampai di pantai kebahagiaan kelak secara bersama-sama. Dan selalu kulibatkan kehadiran Allah dalam setiap langkah kami. Kuingin suasana perjuangan selalu hadir, agar hati kami selalu hidup dan umatku merasa bahagia, dan aku berkeyakinan hal itu akan menjadi persembahan kami dalam meraih keberkahan dan akan menjadi bekal di akhirat kelak ...! Kami yakin pasti Allah akan selalu menolong kami." Tak terasa mataku berkaca kaca dan keharuanku mengalir bersama dengan uraiannya. Lain lagi Bob Galvin, bercerita tentang ayahnya, pendiri Motorola. Sewaktu dia mengamati deretan pekerja wanita dan dia termenung, "Mereka semua mirip dengan ibuku, mereka semua punya anak yang harus dicukupkan, rumah yang harus dirawat, dan orang-orang yang masih memerlukan mereka yang berada dibawah tanggungan mereka." Hal itulah, ujar Galvin, yang membuat ayahnya selalu termotivasi untuk bekerja lebih keras lagi agar tercipta kehidupan yang lebih baik bagi mereka karena ayahnya melihat sosok ibunya dalam diri semua pekerja itu. "Begitulah bisnis kami semuanya dimulai dengan rasa hormat yang mendalam," katanya. Bahkan salah satu sosok kaum beriman, Umar bin Abdul Azis, karena rasa belas kasih dan rasa cintanya, dia selalu memberikan upah kepada pegawainya lebih besar dari apa yang ia terima. "Allahu akbar," gumamku, dan aku yakin bila hal ini kusampaikan kepada para pegawaiku, mereka semua akan tersenyum lebar dan berharap hal itu menjadi kenyataan setelah membaca ini. Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat nabi juga telah mempraktekkan tentang bagaimana menggunakan kekayaanya. Dia seorang pengusaha yang sukses. Tetapi dia memandang kekayaannya hanyalah sebagai fasilitas untuk beramal saleh. Dia mencontohkan dalam kisahnya yang telah mensedekahkan separuh harta miliknya sebanyak 40.000 dinar pada Rasulullah saw, kemudian dia mensedekahkan lagi hartanya sebanyak 40.000 dinar, dan kembali bersedekah sebanyak 40.000 dinar. Semuanya itu berlangsung dalam jangka waktu yang berdekatan. Lalu dia menanggung 500 kuda untuk kepentingan fi sabillillah, dan setelah itu kembali menanggung 1.500 unta untuk kepentingan fi sabilillah. Sebagian besar harta milik Abdurrahman tersebut adalah yang dia peroleh murni dari hasil berbisnis. Mereka melakukan semua itu, tidak lain karena mereka tidak menjadikan kekayaan sebagai hasil akhir yang ingin dicapai, melainkan mereka menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk meraih janji Tuhannya dengan mendapatkan ganjaran yang luar biasa yaitu surga-Nya. "Sesungguhnya Allah membeli dari orang orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung." (At Taubah:111) Said Nursi, ulama dari Turki, mengomentari ayat tersebut dan berkata, "Seandainya saya memiliki seribu nyawa, dengan senang hati saya akan mengorbankan semuanya demi kejayaan Islam. Bagaimana tidak? Karena sesungguhnya saya kini sedang menunggu di alam Barzakh (alam antara kematian dan kebangkitan), kereta yang akan membawa saya ke akhirat. Saya sudah ikhlas dan siap melakukan perjalanan ke dunia lain untuk bergabung bersama di tiang gantungan. Saya ingin sekali dan sudah tidak sabar untuk melihat akhirat. Cobalah Anda bayangkan keadaan pikiran seorang anak kampung dari sebuah dusun yang seumur hidupnya belum pernah melihat sebuah kota besar dengan berbagai kesenangan, kemewahan dan kemegahan. Maka anda akan tahu bagaimana ketidaksabaran saya untuk mencapai hari akhir itu." Akhirnya, tiada kata lain saudaraku, sudah siapkah kita menjadi enterpreuner langit seperti itu? zidni_dinan@yahoo.comRibuan doa kupanjatkan di bulan suci ini, kupasrahkan semua usahaku kepada-MU, aku hanyalah seorang prajurit hina yang selalu mengharapkan pertolongan dan keridhoan-MU ... dan Engkau telah menjawabnya dengan sangat kasih dan lembutnya ... malam itu aku semakin cinta kepada-MU Ya Allah.
eramuslim [04/11/2004]
Taman Kupu-Kupu Surga
Penulis: Shafiyyah Shafy
Ahad pagi… alhamdulillah aku merasa sangat cantik hari ini, mungkin karena telah kutumpahkan segala bebanku kepada Yang Berhak untuk dicurhati. Meski fisik ini terasa begitu lemah, namun semangatku menggebu untuk tidak telat mengikuti pelatihan istimewa. Kupaksakan diriku untuk beranjak dan bersiap-siap. Setengah tujuh pagi, kutelusuri jalan yang masih asing bagiku dengan angkot CH. Kuperhatikan sepanjang jalan agar tidak salah turun alias nyasar. Maklum aku masih termasuk newcomers di kota metropolitan ini. Aku hanya diberi arahan agar turun di halte Mustika lalu jalan sedikit, sampailah di tempat training itu. Alhamdulillah… baru kali ini aku melihat Jakarta begitu lengang pagi ini, beda dengan hari-hari dimana aku harus berdesakan dalam metromini, mana macet lagi… Aku berpikir, kemana ya orang-orang sebanyak itu di pagi ini? Ah… sepertinya mereka juga pasti memiliki kegiatan sendiri seperti diriku. Subhanallah… Segala Puji bagi-Mu yang menggerakkan hati setiap jiwa dengan kecenderungannya masing-masing. Mudah-mudahan Engkau senantiasa Menggerakkan hati kami cenderung kepada kebaikan dan taqwa. Akhirnya, sampai juga aku. Wah… banyak akhwat di sini, sepertinya 100-an lebih yang mengikuti training ini. “Kok ikhwannya dikit banget ya…”, batinku. Paling juga 1/5 nggak ada. Kupikir maklumlah… ini kan pelatihan manajemen guru TKA/TPA plus, jadi kebanyakan akhwat yang tertarik. Tapi kan implementasinya bukan hanya TKA/TPA aja, ini kan menyangkut pendidikan buat putra-putri kita di masa mendatang. Apakah pendidikan dan perkembangan psikologis anak hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu? Retorika… masing-masing dari kita pasti telah mengetahui jawabannya. Satu yang pasti, peran ibu dalam hal ini sangat besar sebab muslimah adalah bekal da’wah yang tidak hanya siap mendampingi pasangan da’wah (suami) mencapai tujuan syahidnya, tetapi juga dituntut untuk mampu melahirkan, mempersiapkan dan membentuk generasi da’wah di masa depan. Tugas yang berat lagi mulia bagimu muslimah… Dengan diawali basmalah dimulailah trainingnya. Materi-materinya begitu komprehensif dan para pembicaranya juga mampu membawakan dengan interaktif sehingga aku tertarik bahkan hanyut didalamnya melupakan rasa lemah fisik saat ini. Kadang-kadang aku merasa seolah-olah menjadi kanak-kanak lagi yang sedang belajar menyanyi dan bermain permainan tepuk Rukun Islam, tepuk Rukun Iman, dsb. Tapi terkadang, membayangkan seolah-olah aku sedang berdiri dengan dikelilingi oleh kanak-kanak yang sedang aku bina, yang riuh belajar, mengaji dan bermain bersamaku. Duhai indahnya suasana seperti ini ya Rabb… aku sangat merindukannya… Banyak hal baru yang kujumpai di sini, kesederhanaan, keceriaan, dunia kana-kanak yang penuh harapan dan kepolosan yang jauh dari hiruk pikuk rutinitas kerja engineer. Banyak ilmu yang kuperoleh di sini, manajemen tpa-tka dengan segala teorinya, kurikulum lengkap dengan metoda-metodanya. Namun, ada satu hal yang sangat membekas di hati ini, yaitu pernyataan pembicara bahwa pendidik merupakan taman bagi anak-anak didiknya. Sederhana namun sarat makna. Pendidik merupakan taman, artinya menjadi pusat perhatian yang indah bagi anak didiknya. Seorang pendidik harus mampu menjadi profil teladan yang baik sebab dengan kita-lah sang anak berinteraksi. Anak-anak yang memiliki sifat meniru atau sedang berada dalam imitation phase dimana mereka sering meniru hal-hal baru atau kebiasaan-kebiasaan orang di sekitarnya. Sehingga sebagai orang yang memegang peranan penting bagi anak, kita harus mampu memberikan keteladanan yang baik. Pendidik merupakan taman, artinya menjadi tempat bermain dan pusat imajinasi anak. Sebab itu, dibutuhkan kesiapan ilmu, pengetahuan, pemahaman agama, bahkan kreativitas dalam kemampuan BCM (Bermain, Cerita dan Menyanyi). BCM merupakan tiga hal cukup penting dalam metoda menarik anak-anak dalam pengajaran sebab dunia anak adalah dunia bermain. Kita bisa tidak bisa memaksakan suatu keseriusan pada anak tetapi mengarahkan permainan, lagu dan cerita kepada pemahaman agama atau pengetahuan lainnya, sehingga mudah dicerna dan dimengerti bagi anak. Pendidik merupakan taman, artinya di situlah anak mengenal warna-warni bunga kehidupan, keramahan, keceriaan dan kebahagiaan. Untuk itu diperlukan kesabaran dan keikhlasan dalam membina anak. Hiasilah selalu raut wajah kita dengan senyuman, karena wajah kita-lah yang selalu mereka tatap dan rindukan untuk menemani mereka tumbuh dan berkembang. Munculkan keceriaan mereka dengan keramahan kita, dan perkaya batin mereka dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang mereka peroleh ketika berinteraksi bersama kita. Ingatlah, bahwa setiap kita berperan sebagai pendidik dalam keluarga. Terlebih, seorang ibu yang berfungsi sebagai madrasah pertama dalam keluarga. Kualitas akan generasi masa depan berada di pundak kita. Mampukah kita mencetak generasi da’wah masa depan? Jawabannya tergantung pada kesiapan dan persiapan kita saat ini. Wallahu a’lam bishshowab. Persiapkanlah diri kita menjadi taman terindah sebagai tempat bermainnya kupu-kupu surga, sebagaimana kutipan dari sebuah lagu anak-anak: Santri-santri kecil dari TK-TPA Bawa satu buku Iqro juga bawa Al Qur-an Bermain, bernyanyi, mengaji bersama Berseragam indah bagai kupu-kupu surga. [un_nick97@yahoo.com]
alhikmah.com [25.02.2004]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar