TA'AWANU 'ALAL BIRRI

Rabu, 22 April 2009

SASTRA


Jaga Dermagamu, Dik!
Oleh : Melati Salsabila

“Dik, jangan gegabah seperti itu, pikirkan dulu masak-masak dampaknya kelak. Sayang jika kau nodai apa yang sudah dengan susah payah kau bangun dan bina selama ini. Bersabarlah, saatnya pasti akan tiba. Saat yang telah diputuskan Allah sejak kau dalam rahim ibumu. Pada hari yang dijanjikan itu,
pasti akan bersua jua dirimu dengannya.” “Adik sudah cukup lelah bersabar, kak. Sampai kapan adik harus menunggu? Sementara detik demi detik terus berpacu, adik sudah tidak muda lagi sekarang” “Semua wanita memiliki fitrah yang sama, ingin segera membina sebuah keluarga. Tapi jodoh itu kan Allah yang mengatur. Kau tidak sendiri, dik! Masih banyak saudari-saudarimu yang usianya jauh lebih tua darimu juga belum diperkenankan Allah untuk memikul amanah itu. Kau sendiri tahu kan berapa umur kakak ketika menikah...” “Ya, kalau pada akhirnya happy ending seperti kakak...Kak, semua saudara seperjuangan juga sudah angkat tangan membantu mempertemukan adik dengan laki-laki pilihan itu, terus apa nggak boleh kalau kemudian adik berusaha sendiri?” “Adikku sayang, bukan berarti kau tidak boleh mencari sendiri. Tapi kecenderungan rasa kita pada seseorang biasanya akan membutakan mata hati kita karena semua yang ada pada si dia akan terlihat begitu indah tanpa cela. Cukuplah kakak yang mengalaminya. Ingat, dik, sesal itu selalu datang diakhir cerita” “Tapi laki-laki dari kantor pusat itu orang baik, kak! Dia rajin sholat, santun dan ikut pengajian rutin. Menurut teman-temanku sih begitu...” “Teman-temanmu yang mana? Teman-teman kantor yang kau bilang biasa dugem di kafe-kafe sampai pagi? Sudah berapa kali kakak bilang jauhi mereka! Dan laki-laki itu, apakah bisa disebut laki-laki baik kalau dia tak pernah absen mengirim puisi-puisi sentimentil untukmu? Jangan-jangan dia juga biasa mengirim puisi-puisi itu ke perempuan-perempuan lain. Atau gara-gara dia selalu mengirim sms untuk mengingatkanmu sholat, lalu kau anggap dia itu laki-laki baik? Ironisnya, mengapa dia tidak mengirim sms yang sama kepada teman-temanmu yang lain supaya mereka juga ingat sholat...” “Ah, pasti kakak mau bilang bahwa dia bukan laki-laki yang tepat untuk adik, kan? Kak, yang namanya laki-laki sholeh itu jauuuuh...jauh di ujung laut sana. Kalaupun dia mau berlabuh, pasti akan memilih dermaga yang bagus. Dermaga yang cantik, pintar, kaya, tinggi, putih bersih, dst...dst! Kalau seperti aku dengan tampang cuma nilai enam, IQ standar, pegawai biasa dan kulit sawo kematangan sih nggak bakal masuk hitungan. Waiting listnya kepanjangan, kak!” “Ya, berusaha dong menjadi dermaga yang bagus. Dermaga yang bagus kan nggak selalu dengan kriteria seperti itu. Perbaiki dermagamu dengan mempercantik akhlak, memperbanyak ibadah, meningkatkan potensi diri, dengan izin Allah pasti akan ada yang berlabuh juga.” “Kakak nggak ngerti sih. Siapa sih yang nggak mau berjodoh dengan laki-laki pilihan yang punya tujuan hidup sama dengan kita. Laki-laki sholeh, yang akan membimbing istri dan anak-anak ke surga...Kalaulah pada akhirnya adik berjodoh dengan laki-laki yang “biasa-biasa saja”, bukan sesuatu yang nggak mungkin kan kalau adik yang justru membimbing dia ke arah sana?” “Dik, kakak sangat mengerti kegundahan hatimu, karena kakak pernah mengalami masa-masa usia krisis sepertimu. Dalam keputus-asaan, kakak mencoba mencari si dia dengan cara kakak sendiri, tabrak sana sini. Kakak pun dulu mempunyai prinsip yang sama denganmu, bertekat akan bimbing si dia menjadi laki-laki yang sholeh. Mencari-cari waktu agar sering bersama, mengenalkan si dia lebih jauh dengan Islam. Meski tak pernah dijamah, tapi itu namanya sudah berdua-duaan, berkhalwat! Toh, semua berakhir mengecewakan, si dia tak seperti yang kakak harapkan. Mudahnya berpaling ke perempuan lain, karena dengan kakak banyak yang tak bolehnya. Begitu seterusnya, beberapa bahkan ada yang sudah ikut pengajian rutin sebelum kenal dengan kakak. Mereka sempat membuat hari-hari kakak begitu berbunga-bunga, sekaligus menderita! Karena semua bunga itu semu, dan tak akan pernah menjadi buah. Kakak merasa lelah, capek! Ternyata apa yang kakak harapkan dengan melanggar takdir itu pun tak pernah membuahkan hasil. Kakak telah mencoreng muka sendiri, hina rasanya dimata Allah, dan malu dengan teman-teman seperjuangan. Tapi Allah Maha Pemurah dan Penyayang, Allah mengirimkan seorang laki-laki pilihanNya, seorang yang begitu baik untuk kakak. Ketahuilah dik, rasa bersalah itu tidak pernah hilang, meski si Abang ikhlas dan mau mengerti dengan “story” kakak sebelum menikah dengannya.” “Lalu adik harus bagaimana mengisi hari-hari sendiri, kak? Hampa rasanya, ilmu-ilmu yang adik terima tentang membina rumah tangga sakinah, tentang mendidik dan membina anak, semua itu hanya tinggal sebuah teori indah dalam khayal. Mubazir, karena nggak jelas kapan akan dipraktekkan. Bagaimana jika sampai akhir hayat adik ditakdirkan tetap sendiri, karena laki-laki pilihan itu tak kunjung datang?” “Adikku sayang, percayalah pada takdir Allah dan bersabarlah. Mungkin Allah belum mengabulkan doa-doamu karena belum kau panjatkan dengan segenap kepasrahan, belum kau lepas keangkuhanmu karena kau berusaha menerjang ketetapanNya yang berlaku bagimu. Mungkin juga belum kau tinggalkan segala hal yang mendekati kemaksiatan. Itulah yang menjauhkan terkabulnya doa-doa kita,dik. Ketahuilah jika Allah memang berkehendak, jodoh adik bisa datang tanpa disangka dan diduga. Akan tetapi jika kehendak Allah sebaliknya, Insya Allah, itulah hal terbaik yang ditetapkan Allah bagi dirimu. Mungkin, Allah berkehendak memperjodohkan adik dengan bidadarinya di surga kelak ” *** “Saya terima nikahnya Muthmainnah binti Syaiful dengan mas kawin....” “Alhamdulillah,ya Allah... Kak, hari yang dijanjikan itu akhirnya datang juga. Laki-laki pilihan itu kini mengikat janji untuk berlabuh di dermagaku...” “Subhanallah! Biarkan bulir-bulir bahagia itu luruh di matamu,dik. Kakak bangga, kesabaran adik pada akhirnya berbuah kebahagiaan. Kesucian dermagamu telah kau jaga dengan baik, dan hanya kau peruntukkan bagi laki-laki sholeh yang mulai saat ini akan menemanimu menempuh bahtera kehidupan, dunia akhirat. Barokallah, semoga Allah memberkatimu dan memberikan berkah atas kamu serta menyatukan kalian berdua dalam kebaikan, adikku sayang...” Melati Salsabila,The Netherlands
Kafemuslimah.com - Thursday, 02 September 2004



Hidup Itu Indah
Penulis: Grifingga Shintamaya Putri (grifinggasp@hotmail.com)

Hidup itu indahJika Allah selalu di hatiKarena Allah...Membaguskan yang burukMenyembuhkan yang sakitMelapangkan yang sempitMengayakan yang miskinMeringankan yang beratHingga hidup menjadi indahSeindah ciptaanNya..Hidup itu perjuanganJika Allah selalu di hatiKarena Allah...Maha MenatapMaha MendengarMaha TahuHingga aku ta' bisa lari dari-Nyadengan menuruti hasratku..Hidup itu tenangJika Allah selalu di hatiKarena Allah adalah Penenang SejatiHingga galau, risau, dan juga gelisah lenyapSaat aku ingat cintaNya...Hidupku adalah izinNyaSudah seharusnya aku berbakti padaNya Apapun yg DIA berikanAneh kiranya cinta untukNya terbagi dgn yg lainSedangkan nikmatNya, cintaNya, untukku Tiada pernah terbagiAneh juga kiranya jika hati menjadi risau dan galauSedangkan petolonganNya begitu dekat..Aku harus tegarAku juga harus tegasHingga Rasul bangga melihatkuberjalan dimuka bumi dengan tegar dan tegas kuNamun semuanya itu tidak berarti tanpa ada sebuah kesabaranKarena Allah senantiasa bersama orang2 yang sabarSabar menghadapi segalanyaKarena Allah selalu dihatiHingga yakin Allah Yang Maha Pengasih akan membantukuAndai Allah sudah dihatiTiada masalah yang tidak dapat teratasiAllah Maha BerkuasaDIA memungkinkan yang tidak dan tidak Memungkinkan yang mungkinSemua kejadian karena izinNya, kasih dan cinta-NyaAllah Maha Baik dan DIA selalu memberi yg terbaik untukkuAllah Maha Indah dan DIA selalu memberi yg terindah untukkuCukup serahkan segala urusan padaNya Karena DIA Penentu SejatiHingga aku tak mengenal risau, galau, apalagi gelisah...
Kafemuslimah.com - Sunday, 18 July 2004

Dongeng Bunga-bunga Surga
Penulis: Aura Sinay

Ah. Kau langsung tersenyum saat melihat bungaku. Aku sudah menduganya. Sungguh, aku tak berniat untuk menyombongkan diri, tapi mereka yang melihat selalu mengatakan bahwa bungaku indah. Ah. Aku malu. Hanya kepada Allahlah pujian itu patut disampaikan. Aku hanyalah makhluk ciptaan-Nya. Tentulah Allah Maha Indah. Awalnya, aku hanyalah sebutir benih yang diterbangkan oleh angin ke sana ke mari. Hingga akhirnya angin menghempaskanku dengan lembut pada sebuah taman di bumi yang tidak begitu indah, namun sangat layak untuk kutumbuh. Tanahnya hangat memelukku hingga membenamkanku ke dalam bumi-Nya. Tanah itu biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa, kecuali kegigihan dan ketulusannya dalam memberiku mineral-mineral, entah sampai kapan. Aku sendiri tak tahu harus membalasnya dengan apa. Hanya Allah yang mampu membalasnya dengan sebaik-baik karunia. Yang dapat kulakukan hanyalah mengerahkan segenap kekuatanku untuk memekarkan bunga-bunga yang indah. Walaupun kemudian pujian itu mereka tujukan padaku, bukan kepada tanah yang kupijak. Kian hari kurasakan tanah itu semakin hangat memelukku, hingga akarku kuat mencengkeram bumi dan menopang ranting yang sebenarnya rapuh bagi mekarnya bungaku. Ah, segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat di bumi ini.Taman tempatku tumbuh tidak berpagar besi yang kokoh lagi megah, tapi hanya sebarisan pagar kayu yang cukup kuat untuk memastikan setiap orang yang melihat bahwa di sini ada taman bunga yang tersendiri. Kuakui, aku sering merasa tak puas dengan taman yang kutempati ini. Ingin rasanya berpindah taman. Di luar terlihat indah sekali. Tapi rasanya tak mungkin aku meninggalkan taman ini tanpa bungaku. Justru menjadi kewajibanku untuk memekarkan bunga-bunga khas taman ini dengan tulus. Ya, di luar sana memang terlihat sangat indah. Bunga-bunga yang bermekaran di luar sana sering mengejutkan setiap makhluk yang melihatnya. Mereka tak pernah menyangka ada bunga-bunga yang sangat indah di sudut-sudut bumi yang tersembunyi itu. Bunga-bunga itu memekarkan bentuk, warna, dan wanginya masing-masing, mengingatkan kita untuk segera memuji kebesaran-Nya.Pernahkah kau mendengar kisah tentang bunga-bunga di luar sana ? Aku pernah mendengarnya, dari angin yang senantiasa menghembuskan kisah-kisah bumi. Di luar sana ada pohon bunga yang rapuh. Dahannya rapuh, tapi akarnya kuat mencengkeram tanahnya. Setiap saat akarnya gigih mencari mineral-mineral tambahan bagi pertumbuhannya, walau akhirnya sering terbentur dinding potnya. Pot? Ya, ia tinggal dalam sebuah pot bunga yang besar dan indah. Pot bunga itu terbuat dari baja kuat yang dingin (beruntunglah ia karena masih ada tanah yang hangat memeluknya). Pot itu berlapiskan emas dengan ukiran-ukiran yang indah.Awalnya aku tak mengerti mengapa mereka (manusia-manusia itu) memperlakukan pohon bunga itu dengan sangat istimewa. Namun kemudian angin yang menceritakan kisah ini memberitahuku bahwa ia adalah pohon bunga yang langka. Hanya ia yang tersisa di muka bumi ini. Tidak. Bukan tersisa. Justru ialah satu-satunya di muka bumi ini. Tak ada lagi pohon bunga yang sejenis dengannya. Karena ia adalah pohon bunga cangkokan. Pintar sekali manusia-manusia itu memadukan dua pohon induknya (Mahasuci Allah, pemilik segala ilmu). Namun sepertinya perhitungan mereka agak meleset. Dahan pohon yang dihasilkan sangat kecil dan tipis. Ia pun mudah terserang hama sehingga mereka harus memberikan perlakuan ekstra untuk pohon itu. Mereka berikan berbagai macam pupuk khusus dan menyiraminya secara teratur agar ia dapat tumbuh dengan normal. Hasilnya pun sangat mengejutkan. Mereka sendiri tak menduga, bunga yang dimekarkannya begitu indah. Ia menebarkan wanginya yang khas. Madunya menjadi makanan bagi kumbang-kumbang yang mau mendatanginya. Rantingnya yang panjang dan kecil menari-nari mengikuti irama yang dilagukan oleh sang angin. Harapannya hanya satu, angin akan membawa serta benih-benihnya, mencarikan tempat-tempat yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman sejenisnya kelak. Ia tak pernah meminta angin untuk menghembuskan kisahnya. Jangankan memikirkan hal seperti itu, menyadari keindahan bunganya sendiri pun tidak. Tapi angin telah membawa serta berita keindahan bunganya ke setiap penjuru bumi. Dan setiap pohon bunga yang mendengarnya akan menari-nari, melagukan kesyukuran seolah tiada henti. Termasuk aku.Ah. Aku jadi malu. Dahanku yang cukup kuat justru kalah dengannya. Dahannya tak pernah berhenti mencari sinar sang mentari yang dapat merangsang pertumbuhannya dengan memberikan banyak kehangatan. Sementara aku ? Ah, entahlah. Aku masih harus banyak belajar darinya. Kini ia tumbuh meninggi. Semakin dekat dengan sang mentari. Hingga pohon-pohon lain di luar pagarnya dapat membuktikan keindahannya. Aku sering terkikik geli saat sang angin menceritakan bahwa terkadang pohon-pohon itu mencuri pandang, terpesona pada keindahan alami bunganya. Lalu mereka kembali melantunkan lagu kesyukuran, hingga serinya menebar ke seluruh penjuru taman hati.Ah. Allah pastilah menyayanginya. Dan sang angin tak berhenti menghembuskan kisah-kisah bunga dari muka bumi ini. Suatu hari ia pernah bercerita, di luar sana ada pohon bunga yang masih sangat muda, tapi dahannya sudah kuat, dan akarnya kokoh mencengkeram bumi. Bunga yang dimekarkannya pun tak kalah indah dengan bunga-bunga lainnya. Ia memiliki kekhasan tersendiri. Di saat pohon-pohon lain menari-narikan bunga-bunganya yang indah dengan gemulai kepada seluruh penghuni bumi, ia justru enggan melakukannya. Yang ia lakukan hanyalah melagukan kesyukuran tanpa henti. Bahkan ia menumbuhkan banyak duri yang tajam di dahannya yang kokoh. Ia hanya tak ingin bunganya dipetik oleh sembarang orang. Ia juga tak ingin ada hama yang mengganggu atau bahkan merusak bunganya. Semua itu ia lakukan karena ia tahu betul, bunga yang dimekarkannya tak pernah bertahan lama. Tak lama setelah mekar, kelopaknya akan gugur ke bumi, seperti mawar. Ini sudah menjadi kodratnya. Namun ia tak sedikit pun mengeluh. Sebuah pemikiran yang cerdas. Ah, tak pernah terpikirkan olehku. Padahal aku tumbuh lebih dulu dan bungaku lebih rapuh darinya. Lalu angin mengenalkannya padaku. Ia pohon bunga yang menyenangkan. Aku cepat akrab dengannya, walaupun letak taman kami saling berjauhan. Kami berkirim salam lewat angin. Berbagi rasa pun kami lakukan lewat angin. Maha Besar Allah yang telah menciptakan angin. Ia pernah menyampaikan kegundahannya lewat hembusan angin yang lembut. Seekor lebah memintanya menyisakan madu bagi dirinya pada suatu hari di waktu yang telah mereka sepakati. Ia menyanggupinya. Di luar dugaan, pada hari yang telah disepakati itu, bunganya tak mekar tepat pada saatnya. Dan ia tak kunjung melihat lebah itu datang di antara lainnya. Ia panik. Ia takut lebah itu akan marah kepadanya. Aku tak melupakan janjiku. Aku tak ingin mengingkarinya. Aku tak menyangka jika embun pagi ini lebih sedikit dari kemarin sehingga aku harus bersabar dalam memekarkan bungaku agar aku tak kehilangan banyak energi. Aku tak bermaksud membuatnya kelaparan, kan.? Begitu sedih angin menceritakannya padaku.Aku tahu. Rasanya lebah itu tak akan kelaparan. Bunga-bunga lain masih menyisakan madu untuknya. Ia tak akan menjadi begitu lapar karenanya. Angin hembuskan prasangka-prasangka baik padanya. Dihempaskannya jauh-jauh prasangka-prasangka buruk si bunga pada si lebah. Tak kuduga, ia menolak hembusan itu. Ia yakin sekali lebah itu akan marah lagi kepadanya. Ternyata hal ini terjadi untuk kedua kalinya. Sebelumnya ia pernah menjanjikan hal yang sama pada lebah yang sama. Ketika saat yang dijanjikannya tiba, bunganya tak siap untuk mekar. Sementara bunga-bunga lain yang mekar lebih awal pada dahannya telah habis madunya, dihisap lebah-lebah lain yang datang lebih pagi. Ia sendiri tak menduga jika lebah-lebah yang datang hari itu lebih banyak dari sebelumnya.Lalu lebah itu marah padanya. Untuk beberapa lama ia tak menghampiri bunga itu lagi. Bahkan lambaian kelopaknya pun tak ia balas. Sedemikian marahnyakah lebah itu padanya? Kusampaikan lewat angin yang lembut menerpa, jika ia memang seekor lebah sejati, tentulah ia akan bersabar. Ia tak akan berhenti begitu saja. Lebah itu akan mencari madu pada pohon bunga yang lain. Lebah itu makhluk yang gigih.Ia tetap gelisah. Kehilangan akal, kugoda bunga itu. Kutanyakan lewat angin tentang seberapa istimewanya lebah itu baginya hingga ia begitu gelisah. Tak kusangka, angin yang kembali membawakan pesannya datang menghentak. Ia tak pernah menganggap istimewa pada lebah itu. Ia hanya tak ingin menyakitinya. Ia berusaha untuk membahagiakan semua lebah yang datang kepadanya. Ah, memang salahku. Saat itu memang bukan waktu yang tepat untuk menggodanya. Akhirnya si lebah itu datang juga. Kuminta padanya untuk tak marah pada si bunga. Lebah itu mengangguk sambil tersenyum dan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan lincah. Ah, lega rasanya.Pernahkah kau mendengar sang angin menghembuskan kisah bunga lainnya ? Di lain waktu, ia berkisah tentang sebuah pohon bunga di luar sana yang rapuh, sama dengan bunga dalam pot yang indah itu. Tahukah kau jika keduanya bersahabat ? Ya, juga dengan beberapa bunga dan lebah lainnya. Mereka sangat dekat. Sampai-sampai si bunga selalu memimpikan saat-saat di mana mereka bersama menarikan kelopak-kelopak bunga, menebarkan wangi, mencairkan madu, menghias indahnya dunia dalam satu taman yang luas, menghabiskan sisa waktu hidupnya bersama mereka dengan penuh cinta yang hanya karena-Nya.Sisa waktu ? Ya ! Bunga itu tahu benar seberapa rapuh dirinya. Ia percaya benar akan adanya kuasa Tuhan. Ia tinggal menunggu, saatnya pasti tiba. Walaupun masih ada kemungkinan turunnya mukjizat Tuhan, ia benar-benar siap dengan kemungkinan terakhir yang akan terjadi pada dirinya, yaitu dijemput oleh Izrail.Ia benar-benar pasrah dalam menghadapi kenyataan. Kenyataan bahwa episode kehidupannya di dunia akan segera berakhir. Hatinya begitu dipenuhi rindu pada satu Kekasihnya, Rabb semesta alam. Tak sedikit pun keluh dan sesal menghinggapi hatinya. Semangat hidupnya begitu tinggi. Senyumnya secerah mentari. Ya Rabbi, aku benar-benar malu. Aku lebih kuat darinya. Tapi aku sering meragukan pertolongan-Mu ? Lalu angin berhembus sedih, bunga itu…. telah mati! Bunganya layu dan kelopaknya gugur ke bumi. Tangkainya roboh dan akarnya terlepas dari tanah. Allah telah mengutus Izrail untuk menjemputnya. Seketika itu juga alam berduka. Manusia-manusia itu membawa jasad si bunga ke sebuah taman yang jauh dari taman asalnya. Ia disemayamkan di belakang sebuah villa di suatu dataran tinggi. Taman tempatnya bersemayam itu dekat dengan tamanku. Namun entah di mana. Sahabat-sahabatnya bersedih. Karena tak ada satu pun dari mereka yang tahu pasti letak taman itu. Mereka sangat merindukan si bunga. Hingga kini mereka masih merindukan si bunga. Tak sebatang nisan pun dapat mereka ziarahi. Maka kini hanya namanya yang mereka kenangi, cerianya yang mereka rindui, dan doa tulus yang mereka kirimi.Kau pun akan selalu mendengar lantunan keindahan si bunga yang kini terpatri di prasasti setiap taman hati mereka yang mencintainya.Ya Allah ya Tuhanku yang Maha Pengasih lagi Maha PenyayangBila rindu adalah rasa sakit yang tak menemukan muaranyaPenuhilah rasa sakitku dengan rinduku padaMu (ya Allah)Dan.. jadikanlah kematianku sebagai muara pertemuanku denganMu (ya Allah)Amin ya Allah ya Rabbal Alamin PadaMu kumohon... padaMu ku minta Ingat kepadaMu tiap waktu Dimana ku berada.. kemana ku kan pergiJagalah dan lindungilah akuIngatkan.. apabila aku melangkah keliruSadarkanku kembali pada kebenaranIngatkan ku berdo'a memohon ampun dosaAgar hidupku selalu tenang dan mencapai ridhaMuAkan ku jalani semua ini dengan penuh rasa ikhlas dan tawakalTak ada sesal di hatiku atas semua yang telah terjadi pada dirikuAku akan selalu tersenyum menyambut datangnya fajar di pagi hariYang terbias indah di tengah hangatnya dekapan awan putih Akan kulalui hari-hariku di tengah cerahnya sinar sang mentariDan di tengah kelembutan cahaya bulan di waktu malamKehidupan ini laksana pelangiBeraneka ragam warna kehidupan akan kita hadapiAda kalanya kita sehat dan sakitAda kesedihan dan kebahagiaanAda rindu dan kecewa Ada susah dan senangJuga ada pertemuan dan perpisahanJalanilah pelangi kehidupan itu Dan hiduplah seindah warna warna pelangiWalau penuh dengan lingkaran warna hitam dibelakangnyaNamun tetap indah menyenangkan bagi yang melihat kehadirannya?(Puisi karangan: Rafika Damayanti,alm)Bunga-bunga yang dikisahkan oleh sang angin adalah bunga-bunga yang tumbuh di bumi. Bunga-bunga yang menambah deretan bukti panjang tanpa akhir akan adanya kuasa Illahi di alam ini. Bunga-bunga yang melagukan kesyukuran dan kerinduannya pada Illahi tanpa henti.Kau, aku, kita semua akan terus mendengar kisah-kisah bunga itu dari sang angin. Angin yang selalu menghembuskan kisah-kisah bumi. Namun bila telah tiba saatnya nanti, mungkin kau akan mendengar kisah ini dari angin yang menghembuskan kisah-kisah surga. Dan kau akan mendengar darinya bahwa bunga-bunga itu kini menghiasi taman surga. Wallahu’alam bishawab.***This story is based on true stories of our beloved sisters at #myquran : Popy, Mita, and Fika (alm);ana uhibbukum fillah!
Kafemuslimah.com - Sunday, 18 July 2004

Kenangan Indah untuk Mantan Kekasih
Penulis : Ade Anita (adeanita_26@yahoo.com.au)

Seorang sahabat dengan wajah sangat bersedih datang ke rumah saya. Belum lagi uraian keterangan menghiasi pembicaraan, air matanya telah berderai dengan deras hingga akhirnya tercetuslah keinginan yang sungguh mengagetkan saya.“Saya ingin mati saja. Buat apa saya hidup lebih lama lagi jika begini keadaannya? Saya ingin bunuh diri mbak.”Innalillahiwainnailaihirajiun. Sesungguhnya, segala sesuatu itu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Itu yang sesungguhnya. Artinya, hidup dan mati kita ada di tangan Allah. Tak seorang pun yang kuasa untuk mendatangkan kematian pun tak ada seorang pun yang kuasa menghadirkan kehidupan. Tapi mendengar keinginan yang tercetus tersebut, tak urung membuat saya tercenung. Mengapa? Mengapa tercetus keinginan yang sebegitu dasyat tersebut? Apakah memang hidup sudah begitu memuakkannya hingga harus segera diakhiri? Apakah hidup memang sudah sangat sedemikian tidak berartinya hingga harus segera dihentikan? Apakah karena hidup sudah begitu tak sedapnya hingga harus disingkirkan? Tak ada yang tahu jawabannya.Tapi ada reka-rekaan. Yaitu urutan awal permasalahan atau biasa disebut sebab musabab hingga lahirlah keinginan dasyat tersebut. Yaitu kehendak yang tidak tercapai.Usut punya usut, ternyata sahabat saya itu baru putus cinta dengan kekasihnya. Kekasihnya itu memutuskan hubungan karena dalam perjalanan percintaan mereka, kekasihnya tersebut bertemu dengan orang ketiga yang ternyata dirasakan lebih cocok ketimbang ketika bersama dengan sahabat saya itu. Akhirnya. Sahabat saya ditinggalkannya dan jadilah kejadian kemarin terjadi. Sahabat saya merasa kecewa berat dan ingin bunuh diri karenanya. Apakah ini jalan pintas?“Buat apa kamu bunuh diri hanya karena putus cinta?”“Entahlah mbak. Saya ingin mati saja karena saya sangat mencintai dia. Rasanya hidup ini tidak akan indah lagi jika dia tidak ada di sisi saya.” (Alamak.. )“Tapi apa dampak terbesar yang akan kamu peroleh dengan peristiwa bunuh diri tersebut?” Saya bertanya padanya, mencoba mengajaknya berpikir dahulu sebelum dia melakukan peristiwa dasyat tersebut.“Yang pasti, dia akan tahu bahwa saya sangat kecewa dengan tindakannya itu dan agar dia tahu bahwa saya sangat mencintainya.”“Hanya itu?”“Ya, Hanya itu.”“Hanya itu?” Kembali saya bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sahabat saya tidak menjawab. Sebaliknya dia mengkerutkan keningnya keheranan karena saya bertanya dua kali. Lalu saya kembali bertanya, “Ayo apa lagi alasannya, masa hanya itu?” Dia semakin keheranan.“Apa lagi?” Ujarnya.“Terserah. Tapi saya mengharapkan jawaban alasan yang lebih dasyat dari itu. Bunuh diri itu peristiwa yang sangat dasyat. Ganjarannya kamu akan masuk neraka, kelanjutannya kamu tidak akan lagi hidup di dunia ini, sambungannya kamu akan berdiam di alam kubur dengan azab kubur yang menanti. Ke depannya, semua kenangan yang pernah kamu miliki akan dilupakan orang. Semua prestasi, semua pangkat, semua kedudukanmu akan habis dilupakan orang. Yang orang akan kenang dari dirimu hanya satu, itu si A yang mati bunuh diri karena putus cinta. Tak ada lagi yang kenal kamu sebagai A yang pandai, atau yang cantik, atau yang berprestasi, dan sebagainya. Jadi, untuk semua itu, untuk memperoleh semua kemalangan yang bererot panjang tersebut setelah kamu meninggal kelak, harus ada alasan yang maha dasyat. Sangat dasyat. Itu sebabnya saya bertanya, mengapa hanya itu alasannya.” Sahabat saya tercenung.“Tapi setidaknya saya bisa menunjukkan pada mantan saya itu bahwa saya sangat mencintainya.”“Dia tahu itu. Itu sebabnya selama ini dia bersedia jadi pacar kamu.”“Saya ingin dia tahu bahwa saya sangat kecewa dengan tindakannya.”“Dia mungkin tahu itu. Tapi kamu harus ingat satu hal. Dia juga tahu apa yang dia inginkan untuk kebahagiaan hidupnya sendiri. Bisa jadi, sebelum dia bertemu dengan orang lain, dia terus mempertimbangkan apakah kamu memang layak jadi pendamping hidupnya. Setelah waktu berjalan dan tanpa sengaja bertemu dengan orang lain, dia akhirnya sadar bahwa kamu bukan yang terbaik untuk kebahagiaan hidupnya. Percayalah. Dia tahu bahwa sudah mengecewakan kamu, tapi dalam hal ini, dia di hadapkan pada dua pilihan. Kebahagiaan dia sendiri atau kebahagiaan kamu. Jika dia bertahan denganmu, bisa jadi dia akan bahagia tapi mungkin hanya sampai huruf M, tidak sampai Z, dan dalam perkiraannya dia akan mencapai kebahagiaan sampai huruf Z jika bersama dengan yang baru. Begitu. Semua orang jika dihadapkan pada pilihan antara dirinya dan diri orang lain, maka cenderung untuk lebih memilih dirinya terlebih dahulu baru orang lain. Apalagi hal-hal yang menyangkut warna hidup kita seterusnya.”“Kalau begitu biarlah dia mengenang saya selamanya.”“Percayalah, jika kamu tetap mempertahankan hidup, lalu di hari depan kamu lebih berprestasi ketimbang hari ini, kenangan indah yang ada di dalam benaknya lebih berarti karena akan menerbitkan kebanggaan. Bisa jadi, dia suatu hari akan melihat wajahmu di koran misalnya karena baru habis memenangkan nobel misalnya sambil bilang, ‘lihat, dulu dia pernah jadi teman dekat saya’. Itu kenangan yang dasyat ketimbang kenangan memperhatikan wajahmu di photo album dengan pandangan kasihan karena kamu mati bunuh diri.” Ah. Jika hidup masih bisa diberi arti yang lebih spesial dan bermakna, mengapa harus diakhiri dengan cara melawan takdir?Jakarta, mei 2004
Kafemuslimah.com - Monday, 26 July 2004

Kerinduan akan-Mu
Penulis: iyannomama@yahoo.com

Adalah kerinduan akan-Mu,seret aku ke atas hamparan sajadah initenggelamkan aku dalam lautan tasbih tak bertepiAdalah kerinduan akan-Mu,tuntun aku telusuri baris-baris kalam-Mumencari makna di balik keindahan kataYaa Ghofur….Yaa Mujib….Larut aku dalam munajat panjangkuPasrah dan berserah di tengah pengharapanakan terbalasnya rindu ini.......Yaa Majid.....Yaa Muhaimin....Adakah rindu yang lebih indah,selain kerinduan akan-Mu.........Bumi Sapporo, 26082004

Setetes Embun

Di mulakan dengan Basmallah Assalamu’alaykum wr wbWalaupun sudah ada segala-galanya.Apalagi yang tidak ada di surga, namun Nabi Adam as tetap merindukan Siti Hawa.Kepada wanitalah lelaki memanggil Ibu, Isteri atau Puteri.Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki.Tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan begitu rupa oleh Dia. Didiklah mereka dengan panduan dari-Nya.JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA, NANTI MEREKA SEMAKIN LIARJANGAN HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN,NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITAYang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah.Kenalkan mereka kepada Allah, Zat yang Kekal, Disitulah kuncinya.AKAL SETIPIS RAMBUTNYA, TEBALKAN DENGAN ILMUHATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMANPERASAAN SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAKSuburkanlah mereka karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan keadilan Tuhan.Akan terhibur dan berbahagialah mereka.Walaupun tidak jadi ratu cantik dunia, Presiden ataupun Perdana Menteri NegaraAtau Woman Gladiator.Bisikkan ke telinga mereka bahwa Kelembutan Bukan Suatu Kelemahan.Sebaliknya disitulah mereka kasih sayang Tuhan, karena Rahim wanita yang lembut itulah yang mengandungkanLelaki-lelaki wajah : Negarawan, Karyawan, Jutawan dan wan-wan lain.Tidak akan lahir Superman tanpa Supewoman.Wanita yang lupa akan hakikat kejadiannya, pasti tidak terhibur dan tidak menghiburkan.Tanpa ilmu, iman dan akhlak bukan saja tidak bisa diluruskan.Bahkan mereka pula bisa membengkokkan.LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUANDARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKISEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKIItulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan.Mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki.Kini, bukan saja banyak Boss telah kehilangan sekretarisnya,Bahkan anakpun akan kehilangan Ibu,suami kehilangan isteri,Dan bapak akan kehilangan Puteri.Bila wanita durhaka, dunia akan huru-hara.Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, limpa dan hati. Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan.Tapi binalah kepemimpinan.Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah, Pimpinlah diri sendiri dahulu kepada-Nya.Jinakkan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya di bawah pimpinan kita.JANGAN MENGHARAP ISTERI SEPERTI SITI FATIMAH,KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYYIDINA ALIAfwan .....Wassalamu’alaykum wr wbDiakhiri dengan Hamdallah.(diambil dari sebuah milist, beberapa tahun silam)
Kafemuslimah.com - Wednesday, 03 March 2004
Kafemuslimah.com - Sunday, 12 September 2004

Doakan Aku, Sayang

“Kamu berhak mendapatkan yang terbaik.” Kalimat itu muncul kembali dalam benakku. Pernah terluncur dari bibir sahabatku saat percakapan panjang di telepon itu berakhir pada keputusanku untuk tetap menikahi seorang lelaki yang menurutnya tidak tepat untukku. Lelaki itu kini menjadi ayah dari calon anakku. Seminggu kami berdebat. Dia sahabatku tersayang, tempat biasa aku bercerita banyak, mungkin sambil tergugu. Tentang aku, tentang dia, tentang ibuku yang dingin, tentang ibunya yang kolot. Tentang adik-adik kelas kami di sekolah borju yang semakin memprihatinkan. Tentang kampus berembun ditingkahi gilasan roda kereta di rel. Di tengah kedongkolan akan jadwal telat kereta yang berbarengan dengan jadwal kuliah Pengantar Lingustik Umum. Sambil berbicara tentang kakaknya yang sudah menginjak tiga puluh limaan tetapi belum ditemani pendamping. Kini kami berdebat tentang sesosok lelaki yang berniat menjadi pendampingku. Dan kini tidak lagi ditingkahi hiruk pikuk suasana Tebet-Depok, melainkan melalui sambungan telepon kantor. Temanku ini yang bertugas “mewawancarai” lelaki itu. Pada awalnya begitu banyak kesamaan yang diceritakan temanku itu tentangnya. Katanya aku begitu banyak miripnya dengan lelaki itu. Aku suka berpetualang, begitu juga dia yang suka kemping ke sana ke mari. Ketika menelisik lebih jauh dirinya, banyak juga perbedaan dalam diri kami. Dan temanku yang pertama kali menunjukkan itu. Ternyata ia bukan orang berada, karena itu dulu ia harus mengalah berhenti dari kuliahnya demi adiknya, dan dia harus bekerja. Padahal saat itu ia baru saja mencicipi semester tiga informatikanya. Saat ia bingung harus memikirkan bagaimana mencari tambahan biaya untuk keluarga –karena ayahnya baru saja diPHK—mungkin aku sedang duduk-duduk bersama teman kuliahku sambil bersenda di kursi taman kampus. Lalu saat itu ia harus rela hanya kuliah diploma satu demi menggenggam sebuah ijazah selain ijazah SMU. Karena itulah, kemudian mencari definisi sepadan menjadi sangat sulit bagi kami. Dan temanku tersayang yang pertama kali melontarkan bahwa mungkin aku bukan untuk lelaki itu dan dia bukan untuk aku. Berhari-hari aku mencari jawaban. Apakah tesis itu benar adanya? Semua yang aku tanya rata-rata menjawab demikian. Terlebih lagi kakak ipar lelakiku. Lelaki itu tidak pantas untukku. Entah mengapa ada satu sisi nuraniku yang mengatakan itu tidak benar. Apakah kalau aku lulusan sarjana sementara calon suamiku hanya lulus diploma satu, menjadikan kami tidak serasi satu sama lain? Apakah dengan kewajibannya secara ekonomi terhadap keluarga menjadikannya tidak pantas untukku? Lalu bagaimana dengan Muhammad? Apakah ia tidak layak untuk Khadijah? Hanya karena Muhammad seorang lelaki miskin? Mungkin aku yang terlalu naif atau temanku yang realistis. Aku tidak tahu. Mungkin orang bilang aku gila. Tapi aku tidak bisa menafikan satu suara yang mengatakan bahwa semua itu atribut dunia yang sifatnya relatif, serba tidak pasti, dan sementara. Dan aku tidak ingin keputusanku aku sandarkan pada hal-hal yang aku pikir tidak sesuai dengan orientasiku. Kampung akhirat. Akhirnya kami mendapatkan kesimpulan yang bertolak belakang. Dan akhirnya aku memutuskan untuk menikahi lelaki itu. “Jadi aku berhak mendapatkan yang terbaik, sementara dia nggak? Seorang residivis pun berhak, kau tau?!” tangkisku sewot. Sementara di ujung telepon, suara khawatir temanku terdengar semakin perlahan. “Aku pengen kamu mendapat yang terbaik. Itu aja,” ujarnya putus asa. “Ya, aku mengerti,” lirihku. “Aku hanya merasa aku bukan apa-apa. Tidak pantas aku minta yang terbaik. Aku sudah curhat sama Allah, dan aku hanya menemukan jawaban ini. Doakan aku ya. Semoga ini benar-benar keputusan dari Allah. Semoga ini yang terbaik.” Kalimat itu yang terakhir aku ucapkan kepadanya. Pagi agung, saat sebuah janji nikah diucapkan lelaki itu di depan ayahku. Sebutir air mata jatuh dari bening mata temanku. Tapi bibirnya membentuk senyum untukku. Doakan aku, sayang… doakan aku, bisikku. al Birrutebarkebaikan@yahoo.com To. V-three. The kewl sista ever! Bunch of kisses. Thanks untuk kebersamaannya saat aku harus memutuskan hal terpenting dalam hidupku.
Kafemuslimah.com - Monday, 26 July 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POTRET BATANG